Senin, 07 Juli 2014

Menggagas Pemanfaatan Energi Terbarukan Menuju Kemandirian Energi













Yogyakarta. Sekitar pertengahan tahun 2012 yang lalu, salah satu isu yang dibahas dalam lingkungan legislatif dan beberapa kelompok aktifis mahasiswa adalah tentang rencana kenaikan harga premium dan solar. Rencana ini memicu reaksi di berbagai daerah. Mahasiswa di Medan, Jakarta, Yogyakarta, Makasar melakukan demo. Aspirasi yang disuarakan adalah menolak rencana kenaikan harga BBM.

Disadari atau tidak, isu tentang BBM memang menimbulkan polemik. Pemerintah menilai, subsidi untuk BBM sudah terlalu memberatkan APBN. Besarannya sudah mencapai ratusan trilyun rupiah. Maka, subsidi harus dikurangi agar tidak memberatkan APBN. Sementara, beberapa orang yang tidak setuju merasakan, bahwa tanah air ini kaya akan minyak. Mereka menyebut Indonesia sebagai penghasil minyak dan harga BBM seharusnya murah.

Rencana kenaikan harga BBM ini kembali diagendakan pada Juni 2013 ini. 17 juni 2013, DPR RI kembali bersidang untuk memutuskan bantuan langsung kepada masyarakat. Bantuan itu berupa uang tunai kepada keluarga yang tidak mampu. Demonstrasi mahasiswa pun dilakukan untuk menolak kenaikan BBM.

Sekelompok mahasiswa di Yogyakarta misalnya, mengakui bahwa subsidi memberatkan APBN. Namun, kenaikan harga BBM juga akan berpengaruh kepada perekonomian masyarakat kecil. Maka, untuk mengakali hal itu energi alternatif harus ditemukan. Kita tidak perlu bergantuk pada energi fosil. Energi fosil seperti batubara dan minyak bumi harus dihemat. Ada banyak sumber energi di negeri kita. Sepertinya kita harus pusing-pusing menghadapi rencana kenaikan harga BBM. Orang muda pun berdemo. Selain berdemo, Marilah kita mengasah kreatifitas memanfaatkan sumber energi yang ada. Sumber energi itu misalnya energi angin (bayu), air (mikrohidro), biogas (kotoran dan sampah), dan matahari (surya). Semua sumber melimpah ruah hampir diseluruh pelosok negeri. Sudah saatnya negeri Indonesia bangkit. Brazil sudah memulai kemandirian energi pada 1972. Brazil saja bisa maka Indonesiapun akan mampu melakukan kemandirian energi itu. beberapa mahasiswa Yogyakarta berlatih untuk memanfaatkan energi itu. Potensi-potensi Indonesia sangat kaya dan beragam. Mulai dari hayati dan fosil. Indonesia pun punya uranium untuk bahan baku pembangkit listrik tenaga nuklir.
       Mahasiswa pada akhirnya punya kreatifitas untuk memanfaatkan energi yang ada. Mahasiswa-mahasiswa dari Yogyakarta ini adalah salah satu kelompok dari sekian banyak orang yang mempunyai kepedulian kepada pemanfaatan energi alternatif. Di Yogyakarta ada sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam komunitas Stube-HEMAT Yogyakarta. Bersama dengan komunitas lain mengasah kemampuan mengembangkan kreasi untuk memanfaatkan energi yang ada. Kiranya usaha untuk mengembangkan energi terbarukan beserta konservasi energi ini kian mantap dan semakin maju.










Kritik Terhadap Pemanfaatan Sumber Energi Nabati


Seorang Bapak memanen Jagung
Sumber: Hargajagungbns

   Jagung adalah salah satu hasil Bumi di Indonesia. Beberapa tahun yang lalu Jagung populer sebagai bahan makanan pokok di berbagai daerah. sampai saat ini, beberapa keluarga masih menggunakan Jagung sebagai sumber utama karbohidrat. Di Jawa Timur, nasi Jagung dikenal sebagai nasi empok. istilah ini juga diteriakkan dalam nyanyian pendukung suporter tim Sepakbola Jawa Timur dengan petikan,"...Iwak Peyek...Nasi Jagung..."

Makanan Olahan Dari Jagung
Sumber:tinypic
Jagungpun menjadi makanan yang tak terlupakan di benak beberapa orang tua Indonesia. Pada lima tahun terakhir, ada perpindahan terjadi. Beras menjadi sumber utama dan Jagung seakan disisihkan. Sekarang hanya menjadi makanan pendukung. Konsumen Jagung berpindah ke beras. di satu-dua daerah pun, barangkali dapat dijumpai migrasi dari sagu ke beras. Ini biasa jika Indonesia adalah penghasil beras. kita memang penghasil beras, tapi sebagian beras kita juga diimpor. bukan tidak mungkin kalau harga pangan di Negeri ini akan dikendalikan oleh orang-orang Luar Negeri. Maka, Perlu ada kesadaran bahwa variasi makanan di Nusantara harus terus dikreasikan. Bahan Makanan pokok seperti Ubi, ketela, Jagung, Sagu, dan Gaplek harus terus dimanfaatkan. Indonesia masih butuh bahan pangan dan bahan pangan itu perlu dikembangkan. apa yang sudah menjadi bahan makanan pokok haruslah terus dicukupkan demi ketahanan pangan negeri ini. 
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla
Sumber: blopress

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam suatu perbincangan di Media, mengatakan bahwa produksi bahan bakar nabati tidak bisa dilakukan dalam skala rumah tangga. Jadi, pengolahannya harus dalam skala besar. Artinya, masyarakat kecil akan kesusahan mengusahakan itu jika modalnya tidak cukup. 

Brazil pada 1972 sudah memiliki program pemanfaatan sumber energi Nabati. Bahan bakar itu berasal dari tanaman. waktu itu, sebagian besar sumber energi Brazil berupa minyak berasal dari Impor. 

Peta Negara Brazil
Sumber: ipfinance
Almarhum Mantan Presiden Venezuela, Hugo Chaves
Sumber: voxxi
Inisiatif Brazil untuk memulai kemandirian Energi patut diapresiasi. Beberapa negara masih bergantung kepada sumber energi dan pasokan dari negara lain. misalnya, beberapa Negara Eropa akan kedinginan pada musim es jika Rusia menghentikan ekspor gas ke Eropa. Amerika Serikat juga akan bergoyah jika Venezuela berencana menghentikan ekspor minyak. Demikian seterusnya terjadi. Almarhum Mantan Presiden Venezuela, Hugo Chaves pernah mengungkapkan ketidaksetujuannya kepada upaya kemandirian energi dengan memanfaatkan sumber energi nabati. hasil pertanian adalah untuk pangan dan bukan untuk bahan bakar.

lalu, bagaimana dengan Negeri Kita Indonesia? Kita tidak bisa lepas dari ketergantungan energi. Minyak dan batubara seakan tidak cukup memenuhi kebutuhan energi dalam negeri yang semakin tahun semakin meningkat. ini perlu dipikirkan. Energi fosil harus dihemat. Energi baru segera ditemukan. Optimakkan pemanfaatan energi Angin, air, dan biogas yang melimpah ruah di pelosok negeri. Jagung akan tetap menjadi makanan pokok kita. Tetap percayalah bahwa Negeri ini akan bangkit dari ketergantungan Energi! ingatlah memori: pada abad 12, nenek Moyang Negeri ini sudah menguasai 1/4 Asia dan saat itu Nenek Moyang bangsa asing barangkali masih di pohon. Percayalah! saat anak-anak kita beranjak dewasa kita akan melihat Negeri ini Berjaya dan membalas budi: membantu Negeri lain yang terpuruk!!!

Budi Leksono: Sumber Energi Indonesia Melimpah!

Kebutuhan Energi meningkat, sementara ketersediaan energi fosil dirasa semakin menipis. Sumber energi fosil masih menjadi kebutuhan primer bagi dunia. Minyak bumi, batubara, dan gas alam menjadi sumber energi utama dalam berbagai sektor kehidupan manusia. Memang, harus diakui bahwa masyarakat di berbagai belahan dunia sudah mulai memikirkan kelangkaan energi ini. Namun, beberapa tempat di Indonesia belum menyadari bahwa kelangkaan energi fosil sudah munjadi nyata.
Sebuah catatan di Indonesian Journal Of Agricultural Economics (IJAE) menyebutkan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, dan pembangunan di berbagai sektor menyebabkan kebutuhan energi meningkat. Sumber energi fosil berdasarkan data kementrian ESDM di Indonesia dapat bertahan dalam 20-50 tahun saja. 22,99 tahun untuk minyak bumi. Ini memprihatinkan.
 Budi Leksono, seorang Mahasiswa Teologi pada fakultas Teologi UKDW Yogyakarta menampik penilaian menipisnya sumber energi kita. Republik ini kaya energi. Sumber energi tidak menipis hanya saja pemanfaatannya perlu dikreasikan. “...perlu kesadaran teman-teman pemuda untuk memetakan potensi Indonesia melimpah...” tambahnya.
Mas Budi juga mengungkapkan, pemanfaatan energi terbarukan akan mengikis ketergantungan terhadap sumber energi fosil. Bahkan, Republik ini akan benar-benar mandiri dalam hal pangan dan energi.
Kreasi pemanfaatan sumber energi ini dapat dilakukan dengan sederhana. Air mengalir dan udara yang bergerak sudah cukup untuk menggerakan pembangkit listrik. Ketersediaan buah-buah dan sayur yang melimpah serta kotoran hewan dapat dijadikan sumber pengolahan biogas. Biogas dipakai untuk bahan bakar di dapur.

Demikian kiranya, kesadaran untuk mengelola potensi perlu ditanamkan dalam jiwa-jiwa muda. Energi terbarukan yang murah disekitar kita perlu ditingkatkan.

Jumat, 04 Juli 2014

Tetap Buka Saat Ramadhan

Penampang Menu Pecel yang dijual di Warung Mbah Ruwedo, DIY
Sarapan pagi di Yogyakarta, orang bisa menjumpai berbagai menu. Penjual – penjual Gudheg dapat dijumpai pada sudut – sudut kota di pagi hari. Mereka sudah berjualan sejak subuh. Tidak hanya itu, orang juga bisa menjumpai soto yang lezat sesuai dengan langganannya. Artinya, penggemar soto biasanya punya warung langganan yang dikunjungi pada pagi.
            Yang menarik kali ini adalah mengisi perut di pagi hari dengan hidangan pecel. Pecel adalah makanan khas yang mudah dijumpai juga di Yogyakarta. Salah satu warung yang telah berdiri sejak 1980-an adalah warung Rowedo atau biasa dikenal sebagai warung mbah Wedo, warung becak. Mengapa dinamakan warung becak? Karena disanalah para mangkal para pengayuh becak yang ingin mengunjuk teh, kopi, jajanan pasar, atau makanan lain yang bisa digunakan untuk melepas lapar. Salah satu menu yang ditawarkan adalah pecel, sego pecel.
Untuk memesan pecel, anda bisa menyandingkannya dengan ikan pindang sambal, telur dadar / bulat, tempe dan tahu goreng, serta kerupuk atau makanan lain. Menu yang ditawarkan juga tidak hanya itu. Ada pecel, ada nasi sayur, dan soto.

           
Pecel Ikan Pindang dan Teh Hangat
 yang cocok untuk sarapan pagi
Hanya dengan Rp.6.500,-  orang bisa menikmati nasi pecel pindang ditambah teh anget. Menggiurkan sekali. Ini harga yang cukup murah ditawarkan dalam lingkungan DIY. Tertarik? Untuk menemukan warung ini tidaklah sulit. Bila dari perempatan Galeria, jl. Urip Sumoharjo, orang tinggal menuju ke Selatan. Sebelum jembatan layang maka kita akan melihat warung di kiri jalan. Saat bulan puasa begini, warung mbah Wedo tetap buka dan siap melayani pengunjung. Kesegaran tehnya dan kelezatan pecel sungguh menggugah selera. Ingin kesana? 

Kamis, 03 Juli 2014

Apresiasi: Festival Buku Indonesia


Suasana Gerbang Masuk pada Festival Buku Indonesia
Sebagian Penerbit Buku yang tergabung dalam Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) menyelenggarakan acara bertajuk Festival Buku Indonesia. Acara ini menghadirkan buku - buku dalam berbagai topik. Dalam rentang sepuluh hari, pagelaran buku dilaksanakan yakni pada 25 Juni 2014 - 3 Juli 2014 di Gedung Mandala Bakti Wanitatama, Yogyakarta.
Beberapa hal menarik dapat dijumpai seperti host profesional memandu pengunjung memilih buku, tempat parker yang nyaman, dan buku – buku yang tersedia cukup lengkap. Acara ini ditutup dengan pertunjukkan musik dan kesenian daerah berupa gamelan.
Beberapa pengunjung yang mayoritas mahasiswa merasakan manfaat dan puas akan pagelaran buku ini. “… mungkin lebih seru yah, kalau pameran kayak gini dilakukan sering – sering…” kata seorang pengunjung.
Suasana Stand dari penerbit - penerbit anggota IKAPI
Pagelaran buku memang bermanfaat. Mahasiswa tidaklah perlu bersusah untuk mencari toko buku yang tersebar di berbagai sudut kota ini. kadangkala, sekalipun mahasiswa telah menemukan penerbit dan tokonya, buku yang dicari belum tentu tersedia karena tahun terbit yang lama.
Sumber – sumber referensi berupa buku penting bagi setiap kota yang ingin menjadikan diri sebagai kota pelajar. Pelajar memang identik dengan buku literatur. Lengkapnya sumber akan mempermudah kaum muda untuk belajar dan menggali informasi lebih dalam. Semakin banyak data maka akan semakin dalamlah analisanya.
Buku - buku yang bisa dibeli di Festival Buku Indonesia
Kiranya harapan – harapan ini terdengar kepada pihak – pihak terkait seperti Pemerintah Daerah, penerbit – penerbit, dan tokoh –tokoh masyarakat lain yang memang bertujuan sama yakni memajukan pendidikan dan riset di Nusantara. Dukungan dari semua pihak akan menunjang mutu dan kualitas sumber daya manusia di negeri ini. Hidup Literasi Indonesia!
Suasana Pelataran dari Gedung, tampaklah penjual minuman dan snack untuk memeriahkan acara.
 
Suasana Panggung: terlihat alat musik kroncong dan tradisional Indonesia
Pembawa acara dalam warming up upacara penutupan Festival Buku Indonesia

Objek Wisata Nglanggeran: Pemandangan Eksotis Karya Pemuda Desa

Liputan yohanesjurnal, DIY -
Lembah pendakian sebelum mencapai puncak pertama Gunung Api Purba Nglanggeran
Jalan –jalan ke Yogyakarta sebenarnya belumlah lengkap bila belum menikmati kuliner, sajian pertunjukan budaya dan seni, dan pemandangan alamnya. Kenikmatan itu disuguhkan oleh penduduk yang telah menyadari potensi wisata di daerahnya. Masing – masing kemudian mengeluarkan ‘brand’ sendiri – sendiri: desa wisata, desa seni, desa kerajinan, dll. Itu semua menjadi penanda betapa gigihnya warga dalam mempopulerkan desanya sehingga nanti harapannya akan banyak pengunjung yang datang ke sana.
            Salah satu desa yang sedang berkembang adalah Desa Nglanggeran, Kec. Pathuk, Gunung Kidul. Desa ini mengembangkan potensi wisata berupa gunung batu tandus yang disulap hanya dalam waktu delapan tahun menjadi daerah tujuan wisata.
Menuruni Gunung
            Mas Handoko adalah sosok muda yang mencetuskan pengelolaan wilayah gunung api purba ini. Mulanya dia mengajak teman kuliah sejumlah 88 orang dan dilayani oleh empat orang. Dari momentum itu timbul ide untuk mengembangkan gunung batu ini menjadi objek wisata.
Mas Handoko: Pencetus Desa Ekowisata
            Tentulah setiap orang akan terkagum melihat pemandangan dari pos – pos yang disediakan. Pengunjung bisa melihat kota Yogyakarta, kota Wonosari, dan hamparan luas hutan yang menyelimuti dataran DIY. Pemandangan itu eksotislah. Tidak menyesal bila anda berkunjung disana.
            Terkait dengan usaha pengembangan ini, rupanya perealisasian ide tidak luput dari hambatan. Beberapa orang tidak mau berusaha bila belum ada bukti kata mas Handoko. “Ada yang meledek ngapain nunggoni watu...” pemuda semangatnya melempem nantinya itu kata orang –orang.  Namun, yang lebih penting adalah usaha untuk memacu semangat teman – teman untuk meraih mimpi bersama mengembangkan wilayah ini.
            Jadilah sekarang Nglanggeran – Surga Kaum Muda! Disanalah berada para pemanjat tembing dan pemuda yang bersenang – senang bersama pacar dan teman. Kesenangan itu akan disertai dengan kepuasan hati setelah menikmati pemandangan alam yang eksotis. Berminat? 
Penyair Kenamaan di Lingkungan Mahasiswa Progresif, Vicky Tri Tamekto, sedang mengamati kalimat penyemangat yang tercatat di depannya.

Dua orang, berfoto dalam momentum matahari tenggelam. matahari tenggelam adalah salah satu momentum yang disukai oleh kaum muda ketika berada di Gunung Api Purba ini. Momen lain yang digemari oleh kaum muda ini adalah Matahari terbit.

Foto Bersama: Dua Jurnalis ingin mengadakan momentum kunjungan ke Gunung APi dengan mengambil gambar dan foto sejenak.

Tiga orang reporter memerankan siluet surealis untuk mengabadikan diri dalam momentum matahari merah atau matahari terbenam. foto diambil pada sore hari menghadap ke Barat atau ke Kota Yogyakarta (Pos I )

Selasa, 01 Juli 2014

Opini: Gangguan Debu Sebagai Masalah Bersama


Laporan Langsung dari Yogyakarta

Tersendatnya aktifitas masyarakat Yogyakarta akibat hujan abu kiranya dimaklumi. Dampak baik kesehatan maupun perekonomian cenderung merugikan meskipun dalam beberapa waktu ke depan, diperkirakan kesuburan tanah akan meningkat akibat senyawa hara dalam kandungan abu tersebut. Sekarang marilah beberapa pihak diapresiasi atas usaha keras mereka meminimalisir penebaran debu. Sementara apresiasi diberikan, sebagian pihak lain harus pula ditegur karena keegoisan mereka agar penanganan debu dan bencana lain lebih efektif di masa mendatang.

Masyarakat Dan Aparat Negara
            Tengah hari pada Jumat, 14 Februari 2014, beberapa laporan menyebutkan bahwa jarak pandang di DIY dan sekitarnya minim. Minimnya jarak pandang menyebabkan kecelakaan terjadi. Korban luka segera dievakuasi dan beroleh penanganan. Berita menyoal minimnya jarak pandang ini masih diwartakan hingga hari kedua dan hari ketiga. Namun, tidak banyak orang menyimak bahwa minimnya jarak pandang tidak terjadi di semua tempat.
            Tebalnya abu pada jalanan, atap gedung, dan atap rumah tidak dapat dibersihkan dengan segera. Beberapa tempat seperti Bantul, Kulonprogo, pada Jumat (14/2) Sore telah sigap menyiram debu dengan peralatan pertanian yang dimiliki. Jarak pandang pada titik-titik masyarakat sigap ini telah berangsur normal dan tebaran debu dapat diminimalisir. Sikap guyub dan gotong royong dari masyarakat terbukti efektif dalam rangka mengurangi gangguan dari hujan abu ini.
            Pada beberapa tempat lain, Lembaga Aparatur Negara, seperti TNI dan petugas lain, telah berusaha dengan gigih membersihkan debu di areal pos komando dan sekitarnya. Tindakan ini cenderung positif dan sangat membantu. Pengguna jalan tidak terganggu oleh banyak debu ketika melintas di areal sekitar pos.

Masalah Bersama?
            Memang, penanganan debu yang dilakukan oleh pemerintah belumlah maksimal. Banyak lembaga dan instansi pemerintah telah berusaha tetapi kerugian akibat debu tetap dirasakan. Upaya pengurangan debu menjadi tanggung jawab pemerintah. Pelaksanaannya dilakukan oleh instansi yang mewakili. Disinilah masalahnya, penanganan debu dilakukan oleh aparat keamanan dan petugas kebersihan kota. Dalam kenyataan di lapangan, upaya penanganan debu hanya dilakukan oleh beberapa instansi tanpa melibatkan semua aparat pemerintahan. Seolah masalah debu hanyalah masalah dari aparat keamanan dan instansi kesehatan saja.
            Debu telah mengguyur seluruh DIY. Sebagian masyarakat segera menyadari gangguan debu sehingga mereka bergotong-royong membersihkan debu yang ada. Di beberapa titik di Kota Yogyakarta, debu beterbangan dan jarak pandang minim hingga hari ketiga. Tidak tampak warga masyarakat yang bergotong-royong membersihkan debu pada area itu. Masyarakat tidak bergotong-royong pada area pertokoan dan gedung-gedung perkantoran. Sementara gedung-gedung ini cenderung menutup diri demi mencegah debu masuk ke dalamnya. Hydrant dan selang air dibiarkan menganggur dan hanya digunakan jika terjadi kebakaran saja.

Tawaran
            Melenyapkan debu adalah hal mustahil dilakukan dalam sekejap. Penanganannya butuh usaha ulet dan tekun tak kenal menyerah. Masyarakat haruslah menyadari bahwa gangguan debu adalah masalah bersama yang harus ditanggulangi bersama pula. Tidak perlu lagi ada masyarakat yang menganggur dan egois mengamankan aset pribadi sementara kerja bakti lingkungan sedang berlangsung.
            Pemerintah dalam hal ini dapat melakukan beberapa hal. Pertama, menggerakkan semua instansi untuk terjun mengurangi debu dengan cara masing-masing di lingkungan DIY seperti pemadam kebakaran untuk penyiram debu. Kedua, menegur semua pengelola gedung untuk menggunakan hydrant dan sumber air lain dalam usaha penyingkiran debu dan memberi apresiasi kepada masyarakat yang bergotong-royong. Ketiga, pemerintah memberi teladan dalam bentuk aksi nyata yang bisa dicontoh langsung oleh masyarakat. Demikian, kiranya gangguan akibat debu ini dapat berkurang.