Dalam hidup manusia, tampaklah
sebuah dunia penuh pernak – pernik warna. Marilah kita menengok. Setiap bagian
akan semakin jelas terlihat. Setiap kepala yang dipenuhi dengan kepintaran, ia
akan menjadi kebaikan bagi orang – orang lain. Setiap kepala yang dipenuhi
muslihat, akan menjadi bencana bagi dunia. Rawatlah, dan perindahlah kepala itu
seperti taman – taman kota yang rapi dan bersih. Peliharalah! Jangan sampai
terjerumus ke dalam kejahatan. (Blangkon)
Hidup manusia kemudian
memperlihatkan episode – episode sinetron. Masing – masing episode mengejar
ratingnya sendiri. Setiap harinya manusia bermain, berakting, dan melakukan
usaha untuk meraih kebahagiaan. Mereka bersekolah, bekerja, dan memainkan peran
masing – masing. Skenario hidup mereka hanya untuk mengisi sejarah, dan membuat
kebaikan – kebaikan selama ia dapat. (Wayang Sada)
Dan janganlah sekali-kali engkau
berpura-pura dalam hidup. Setiap hari adalah kejujuran. Banyak sekali orang
berpura – pura. Mereka malas dan berpura trengginas. Mereka penuh muslihat dan
berpura memberi nasehat. Engkau berpura – pura? Tidak apa! Engkau memakai
penutup wajah dan itu perlu. Biarlah topengmu menjadi wujud kasih kepada orang
– orang sekelilingmu, menjadi contoh bagimu bahwa wajah topeng bisa selalu
tersenyum. Senyum pada topengmu kiranya memperindah dunia dan orang – orang
lain terhibur karnanya. (topeng bobung)
Engkau sudah melihat betapa
kita berada dalam episode sejarah. Hidup seperti sinetron! Tapi itu belum semua
kawan, belum semua yang kau lihat. Mari kutunjukkan bahwa hidup manusia juga
memiki hal unik. Mereka harus hidup diantara bencana. Kebakaran, bencana
kemacetan, polusi udara, dan gempa bumi, itu semua menjadi bagian hidup yang
tidak bisa dipisahkan dari manusia. Dalam keadaan bencana, masih ada saja orang
yang berbelas kasih. Mereka memberi tanpa pamrih. Mereka membantu tanpa harap
balasan. Korban bencana itu menerima apa adanya. Dan berharap akan perjalanan
hidup yang lebih sigap. (Rumah Dome)
Manusia, kemudian harus
berurusan dengan dirinya sendiri. Sejak lahir, hidupnya dipenuhi perjuangan. Ia
makan, minum, dan berjalan. Ia sesekali harus menerima kenyataan bahwa kadang
orang tua harus meninggalkannya dan melepasnya, bahkan di usia yang masih
sangat muda. Tapi tidak mengapa, kita masih bisa memeluk mereka, dan menjadi
keluarganya. (Sayap Ibu Anak)
Manusia dibekali dengan tubuh
yang cakap. Ia mampu bergerak dalam segala kondisi. Maka sekarang akupun tahu,
bahwa apa yang kumiliki adalah berguna baik untuk diriku dan untuk orang lain.
Setiap orang punya talenta. Dan tubuh tidak membatasi tekadnya untuk
mengembangkan talenta itu. (Sayap Ibu Difabel)
Ah.. sudahlah. Dalam kondisi
tubuhku sekarang ini, aku tak jemu melihat mereka. Mereka yang menganggap
“jalan pintas” sebagai pemecah masalah. Mereka yang ingin mendapat kesenangan
justru menjadi sengsara karena ketergantungan. Mereka, ya, mereka ini, kemudian
sadar dan ingin menjadi orang kebanyakan. Yang perlu kukatakan kepadamu adalah,
mereka tidak jahat. Hanya mereka membutuhkan kawan ketika sepi melanda. Sepi
melanda sementara kita membutuhkan kehangatan bersama teman, keluarga, dan
orang – orang. Jadilah kita sahabat yang baik bagi sesama dan keluarga.
Dan biarlah setiap kaset
merekam tingkah laku kita. Yang terekam akan menetap, yang terucap akan
berlalu. Orang – orang selalu rindu untuk mengenang sesuatu. Mereka juga sibuk
untuk membuat kenangan. Setiap piringan dan kaset adalah alat untuk membuat
kenangan menjadi dekat. Marilah.. dan marilah, jangan sampai kenanganmu lenyap
dalam peradaban sejarah. (Kampung Halaman)
Bilamana kaset dan piringan itu
tidak ada padaku, apakah yang akan kulakukan? Tentulah aku bisa menggoreskannya
melalui tinta pada lenan yang harum, pada kain putih tak bernoda. Disanalah
kugoreskan apa yang kulihat, dan kurasakan. Kutunjukkan kepada dunia melalui
goresan itu. Goresan itu berkata – kata dengan bahasa kenangan bahwa manusia
itu penuh dengan pernik hidup. Ia mampu mengatasi bencana dan berbuat tanpa
dibatasi oleh kondisi. Ia bertekad dan sesekali bermujizat. (batik Jumput)
Maka sekarang, masihkah kau
enggan menjadi manusia dan berguna bagi sesama?