Betapa hati bangga kalau di kampung kita, kelurahan kita, jalannya lurus,
halus, dan mulus. Jalan sudah diaspal. Sekolah, puskesmas, rumah sakit,
lapangan, kalau sudah dibangun semua, rasanya hati bangga akan pembangunan. Lagi-lagi
yang bisa dipamerkan kepada saudara di tempat yang jauh, yang jarang berkunjung
di kampung kita, adalah sudah dibangunnya pusat belanja, entah itu minimarket
atau supermarket, atau hotel. Rasa bangga kian melimpah.
Rasa hati bangga sebagai
anak kampung karena kampung kita tidak lagi disebut sebagai kampungan tetapi sudah
disebut sebagai wilayah yang ”tidak ketinggalan jaman”. Banyak penduduk akan
bangga dengan cerita ini, cerita karena sering berbelanja di pusat perbelanjaan
modern, yang baru saja dibangun di kampungnya. Orang juga bangga sekalipun
hanya sekadar berfoto bersama di depan gerbang masuk pusat perbelanjaan itu.
Tapi entah mengapa, sebagian
orang menolak pembangunan gedung-gedung besar. Mereka berunjuk rasa, berdemo,
dan berorasi di depan pemerintahannya, baik dari RT sampai kepada Bupati.
Semuanya diadu rasa.
Orang-orang yang menolak ini
memiliki banyak alasan. Mereka bilang air tanah habis karena disedot oleh gedung-gedung
besar itu yang membutuhkan air dalam jumlah besar juga. Bukan Cuma itu,
frekuensi untuk televisi dan media lain pula dirasa terganggu oleh blocking
gedung besar itu.
Untuk menanggapi hal ini
pihak pengelola gedung besar itu bisa saja mengambil air dari Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM).
Pro-kontra pembangunan
gedung besar memang telah terjadi hingga sekarang. Semoga masing-masing pihak
yang bertentangan dapat duduk bersama mencapai solusi yang saling
menguntungkan.